Hai sahabat,
Aku merindukanmu. Merindukan tawa candamu. Merindukan
kejahilanmu. Merindukan segala yang ceria diatas tawa indahmu.. apa kabarmu
saat ini?
Tentangmu.. aku belajar segalanya. Kebersamaan
yang terangkum rapi dalam memori kecilku sekilas terbang menari menyambut semua
kerinduan. Namun kau hanya diam.
Kau yang mampu menggoncang perasaan. Kau yang
sanggup menanggalkan perbedaan. Kau yang tiada mengeluh atas setiap perjuangan.
Kau yang sungguh indah dalam naungan kerinduan.
Sahabat,
Saat melihatmu terbaring lemah, apa daya
diri? Menangis adalah luapan perasaan perih yang mendalam. Dan kau berhasil
membuat diri meneteskan airmata ketidakberdayaan. Apa salahku? Apa yang salah
denganmu? Adakah salah yang membuat tangis pecah? Atau aku yang tak mampu
memahami buncah perasaan kerinduan padamu?
Bangunlah sahabat.. lihat esok menantimu
dengan semangat membara. Bukankah kau berjanji akan menebar asa setiap waktu? Mana
buktimu? Mana semangatmu dahulu?
Sungguh tak sanggup melihat raga melemah
tanpa daya. Apakah kau kalah melawan getir? Apakah kau menyerah mengahadapi
rintih? Apakah ini dirimu yang ku kenal? Ku sangka kau yang kuat mengarungi
lautan deras ombak berpetir. Menghalau semua rintangan menghujam. Menerjang
ombak yang menghadang. Mengusahakan kemenangan atas segala keletihan. Itulah kau,
sobat.
Untuk itu, saatnya kau bangun. Bangunlah untuk
nyata yang sebenarnya. Bukan mimpi ataupun dongeng pangeran berkuda. Teruskanlah
alur kehidupan yang telah kau rajut rapi hingga tak lagi kurang sana-sini. Kau sempurna
dengan segala semangat perjuangan dan pengorbanan.
Terakhir, aku menyayangimu. Sungguh aku
mencintaimu lewat hati yang tak sempurna. Lewat lesan yang sering salah
berucap. Melalui kata yang tak kunjung genap. Aku.. sungguh menyayangimu..
izinkah tangisku pecah untuk kesekian lagi. Aku rela. Tapi bukan saat melihatmu
dengan ketidakberdayaan akan sakit pilu. Kau.. kau.. kau.. dengan segala
hal yang sangat ku harap. Aku mencintaimu.
Sahabat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar