Sabtu, 19 November 2016

Sahabat..

Hai sahabat,
Aku merindukanmu. Merindukan tawa candamu. Merindukan kejahilanmu. Merindukan segala yang ceria diatas tawa indahmu.. apa kabarmu saat ini?
Tentangmu.. aku belajar segalanya. Kebersamaan yang terangkum rapi dalam memori kecilku sekilas terbang menari menyambut semua kerinduan. Namun kau hanya diam.
Kau yang mampu menggoncang perasaan. Kau yang sanggup menanggalkan perbedaan. Kau yang tiada mengeluh atas setiap perjuangan. Kau yang sungguh indah dalam naungan kerinduan.

Sahabat,
Saat melihatmu terbaring lemah, apa daya diri? Menangis adalah luapan perasaan perih yang mendalam. Dan kau berhasil membuat diri meneteskan airmata ketidakberdayaan. Apa salahku? Apa yang salah denganmu? Adakah salah yang membuat tangis pecah? Atau aku yang tak mampu memahami buncah perasaan kerinduan padamu?
Bangunlah sahabat.. lihat esok menantimu dengan semangat membara. Bukankah kau berjanji akan menebar asa setiap waktu? Mana buktimu? Mana semangatmu dahulu?
Sungguh tak sanggup melihat raga melemah tanpa daya. Apakah kau kalah melawan getir? Apakah kau menyerah mengahadapi rintih? Apakah ini dirimu yang ku kenal? Ku sangka kau yang kuat mengarungi lautan deras ombak berpetir. Menghalau semua rintangan menghujam. Menerjang ombak yang menghadang. Mengusahakan kemenangan atas segala keletihan. Itulah kau, sobat.

Untuk itu, saatnya kau bangun. Bangunlah untuk nyata yang sebenarnya. Bukan mimpi ataupun dongeng pangeran berkuda. Teruskanlah alur kehidupan yang telah kau rajut rapi hingga tak lagi kurang sana-sini. Kau sempurna dengan segala semangat perjuangan dan pengorbanan.
Terakhir, aku menyayangimu. Sungguh aku mencintaimu lewat hati yang tak sempurna. Lewat lesan yang sering salah berucap. Melalui kata yang tak kunjung genap. Aku.. sungguh menyayangimu.. izinkah tangisku pecah untuk kesekian lagi. Aku rela. Tapi bukan saat melihatmu dengan ketidakberdayaan akan sakit pilu. Kau.. kau.. kau.. dengan segala hal yang sangat ku harap. Aku mencintaimu.
Sahabat..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar